BAB I
PENDAHULUAN
A. Pendahuluan
Ilmu tauhid atau biasanya disebut juga ilmu kalam adalah ilmu yang berisi alasan-alasan yang mempertahankan kepercayaan-kepercayaan iman dengan menggunakan dalil-dalil pikiran dan berisi bantahan terhadap orang-orang yang menyeleweng dari kepercayaan-kepercayaan aliran golongan Salaf dan Ahli Sunnah.
Ilmu tauhid ini juga mempunyai beberapa nama lain, yaitu ilmu kalam yang di dalamnya mempelajari Kalam Allah, ilmu ushuluddin yang membahas tentang prinsip-prinsip agama Islam, dan juga ilmu aqidah atau ilmu aqo’id yang membicarakan tentang kepercayaan Islam.
Seseorang tidak akan memahami ilmu tauhid secara utuh, kalau tidak mempelajari faktor-faktor atau sebab-sebab yang mendorong timbulnya ilmu tauhid. Sebab ilmu tauhid sebagai ilmu yang berdiri sendiri, belum dikenal pada masa Nabi sendiri maupun pada masa Sahabat. Maka dari itu, dalam makalah ini kami akan membahas sebab-sebab munculnya ilmu tauhid, yaitu sebagai pengantar untuk memahami ilmu tauhid secara utuh.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Apa saja sebab munculnya ilmu kalam?
b. Bagaimana kaitan sebab munculnya ilmu kalam dengan keberadaan ilmu kalam pada masa nabi dan sahabat ?
C. Tujuan Penulisan
Sedangkan tujuan penulisan dalam makalah ini adalah untuk mengetahui :
a. Apa saja sebab munculnya ilmu kalam
b. Bagaimana kaitan sebab munculnya ilmu kalam dengan keberadaan ilmu kalam pada masa nabi dan sahabat
BAB II
ILMU KALAM PADA MASA NABI DAN SAHABAT
A. Sebab-Sebab Munculnya Ilmu Kalam
Secara garis besar, sebab munculnya ilmu kalamdapat dibagi ke dalam dua bagian, yaitu:
1. Sebab-Sebab dari Dalam (Intern)
Adapun sebab-sebab munculnya ilmu tauhid yang datang dari dalam (intern) adalah sebagai berikut:
a. Al-Qur’an itu sendiri,
Di samping ajakannya ke pada tauhid dan mempercayai kenabian dan hal-hal lain yang berhubungan dengan itu, menyinggung pula golongan-golongan dan agama-agama yang pada masa Nabi Muhammad SAW yang mempunyai kepercayaan-kepercayaan yang tidak benar. Al-Qur’an tidak membenarkan kepercayaan mereka dan membantah alasan-alasannya, antara lain:
- Al-Qur’an membantah golongan yang mengingkari agama dan adanya Tuhan dan mereka mengatakan bahwa yang menyebabkan kebinasaan dan kerusakan hanyalah waktu saja. Firman Allah SWT:
(#qä9$s%ur $tB }‘Ïd žwÎ) $uZè?$uŠym $u‹÷R‘‰9$# ßNqßJtR $u‹øtwUur $tBur !$uZä3Î=ökç‰ žwÎ) ã�÷d¤$!$# 4 $tBur Mçlm; y7Ï9ºx‹Î/ ô`ÏB AOù=Ïæ ( ÷bÎ) öLèe žwÎ) tbq‘ZÝàtƒ ÇËÍÈ
Artinya: “Dan mereka berkata: "Kehidupan Ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang akan membinasakan kita selain masa", dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja. (QS. Al-Jatsiyah: 24).
- Al-Qur’an membantah golongan orang syirik yang menyembah bintang, bulan, matahari, yang mempertuhankan Nabi Isa dan ibunya, dan yang menyembah berhala-berhala.
Allah membantah alasan-alasan mereka dan perkataan-perkataan mereka semua dan juga memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk tetap menjalankan da’wahnya sambil menghadapi alasan-alasan mereka yang tidak percaya dengan menggunakan cara yang halus. [1]
b. Ketika kaum muslimin selesai membuka negara-negara baru untuk masuk Islam, mereka mulai tentram dan tenang pikirannya, di samping melimpahnya rizqi.
Di sinilah mulai mengemukakan persoalan agama dan berusaha mempertemukan nash-nash yang kelihatannya saling bertentangan. Keadaan ini adalah gejala umum bagi tiap-tiap agama bahkan pada tiap-tiap masyarakat pun terdapat gejala itu. Pada mulanya agama itu hanyalah merupakan kepercayaan-kepercayaan yang kuat dan sederhana, tidak perlu diperselisihkan dan tidak memerlukan penyelidikan. Penganut-penganutnya menerima bulat-bulat apa yang diajarkan agama, kemudian dianutnya dengan sepenuh hatinya tanpa memerlukan penyelidikan dan pemilsafatan.
Setelah itu, datanglah fase penyelidikan dan pemikiran serta membicarakan soal-soal agama secara filosofis. Di sinilah kaum muslimin mulai memakai filsafat untuk memperkuat alasan-alasannya. Keadaan yang sama juga dialami oleh golongan-golongan agama lainnya, seperti Yahudi dan Nasrani.
c. Masalah-masalah politik.
Sebagai contoh, ketika Rasulullah SAW meninggal dunia, beliau tidak mengangkat seorang pengganti dan tidak pula menentukan cara pemilihan penggantinya. Ketika itu, antara sahabat Muhajirin dan Anshar terdapat perselisihan, masing-masing menghendaki supaya pengganti Rasul dari pihaknya. Di tengah kesibukan itu, Umar bin Khattab r.a mem-bai’at Abu Bakar r.a menjadi khalifah yang kemudian diikuti oleh Sahabat-Sahabat lainya. Abu Bakar kemudian mengambil cara lain dengan cara menyerahkan khilafah kepada Umar bin Khattab, Umar bin Khattab pun mengambil cara lain lagi, yaitu dengan menyerahkan khilafah ke pada pengikutnya dan pilihan pengikutnya itu jatuh ke pada Usman bin Affan r.a.
Sebenarnya khilafah itu adalah soal politik. Agama tidak mengharuskan kaum muslimin untuk mengambil bentuk khilafah tertentu, tetapi hanya memberikan dasar yang umum, yaitu kepentingan umum. Kalau terjadi perselisihan dalam soal ini, maka perselisihan itu adalah soal politik semata-mata. Akan tetapi, tidak demikian halnya pada masa itu. Ditambah lagi dengan peristiwa terbunuhnya Usman bin Affan dalam keadaan gelap. Sejak itu kaum muslimin terpecah menjadi beberapa kelompok, yang masing-masing sebagai pihak yang benar dan hanya calon daripadanya yang berhak menduduki pimpinan Negara. Kemudian golongan-golongan itu menjadi golongan agama dan menemukan dalil-dalil agama untuk membelanya, dan selanjutnya perselisihan antara mereka menjadi perselisihan agama, dan berkisaran pada soal iman dan kafir.
Dari sinilah mulai timbulnya persoalan besar yang selama ini banyak memenuhi buku-buku ke-Islaman, yaitu melakukan kejahatan besar yang mula-mula dihubungkan dengan kejadian khusus, yaitu pembunuhan terhadap Usman bin Affan, kemudian beransur-ansur menjadi persoalan yang umum. Lepas dari pesoalan siapa orangnya yang membunuh, kemudian timbul soal-soal lainnya, seperti soal iman dan hakikatnya, bertambah atau berkurangnya, soal imamah dan lain-lain. [2]
2. Faktor dari Luar (Ekstern)
Adapun sebab-sebab dari luar (extern) munculnya ilmu tauhid adalah sebagai berikut:
a. Kebanyakan di antara pemeluk-pemeluk Islam sesudah pengalahan kota Makkah, adalah orang-orang yang sudah menganut agama dan terdidik dan dibesarkan dalam agama itu, dan bahkan menjadi ulama-ulamanya.
Setelah mereka merasa aman dari tekanan kaum muslimin mulailah mereka mengkaji lagi akidah-akidah mereka dan mengembangkannya di dalam akidah Islam. Karenanya banyak kita temukan dalam kitab-kitab yang disusun oleh partai partai atau golongan tertentu yang kita pandang Islam, pendapat-pendapat ataupun prinsip-prinsip yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan Islam, seperti Mazhab Tanasukh (inkarnasi) yang sebenarnya berasal dari kaum Hindu dan seperti menetapkan sesuatu hukum ke-Tuhanan bagi Al-Masih yang berasal dari akidah Nasrani dan ke-Tuhanan Muhammad, Ali, Fatimah, Hasan, Husain serta mengatakan bahwa kelima mereka itu adalah satu. Ruh yang menghinggapi mereka adalah sama. Inilah salah satu contoh akidah Nasrani.
b. Golongan Islam yang dulu, memusatkan perhatiannya untuk penyiaran Islam dan membantah alasan-alasan mereka yang memusuhi Islam.
Mereka tidak akan bisa menghadapi lawan-lawannya kalau mereka itu sendiri tidak mengetahui pendapat-pendapat lawan-lawannya tersebut berserta dalil-dalilnya. Dengan demikian, mereka harus menyelami pendapat-pendapat tersebut, dan akhirnya Negara Islam menjadi arena perdebatan bermacam-macam pendapat dan bermacam-macam agama, hal mana yang bisa mempengaruhi masing-masing pihak yang bersangkutan. Salah satu seginya yang terang ialah penggunaan filsafat sebagai senjata kaum muslim.[3]
B. Kaitan Munculnya Ilmu Kalam Dengan Keberadaan Ilmu Kalam Pada Masa Nabi dan Sahabat
Dari perjalanan sejarah yang dialami umat Islam, jelas bahwa mulai unculnya aliran kalam yang sebenarnya bukan pada masa nabi dan para sahabat (Khulafaurrasyidin), namun cikal bakal/bibit akan adanya perbedaan-perbedaan antara umat Islam terjadi sejak Rasulullah wafat dan beliau tidak menunjuk siapa pengganti beliau sebagai pemimpin agama ini.
Ilmu tauhid atau bisa juga disebut dengan ilmu kalam adalah sebuah ilmu yang berdiri sendiri yang belum dikenal pada masa Nabi Muhammad SAW, maupun pada masa Sahabat-Sahabtnya. Akan tetapi, baru dikenal pada masa berikutnya setelah ilmu-ilmu ke-Islaman yang lain satu persatu muncul dan setelah orang banyak membicarakan tentang kepercayaan alam ghaib (metafisika).
Kalau dilihat secara sejarah, faktor utama terjadinya aliran Kalam merupakan adanya pergolakan politik antara umat Islam dalam menentukan pengganti Rasulullah sebagai pemimpin pengganti beliau. Dalam mempertahankan argumen kelompok masing-masing mereka menghimpun dan membuat perkumpulan-perkumpulan yang akhirnya membentuk sebuah organisasi yang pada gilirannya menjadi aliran kalam karena yang dibahas pada perkumpulan tersebut berkisar pada masalah ketuhanan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari perjalanan sejarah yang dialami umat Islam, jelas bahwa mulai unculnya aliran kalam yang sebenarnya bukan pada masa nabi dan para sahabat (Khulafaurrasyidin), namun cikal bakal/bibit akan adanya perbedaan-perbedaan antara umat Islam terjadi sejak Rasulullah wafat dan beliau tidak menunjuk siapa pengganti beliau sebagai pemimpin agama ini.
Ilmu tauhid atau bisa juga disebut dengan ilmu kalam adalah sebuah ilmu yang berdiri sendiri yang belum dikenal pada masa Nabi Muhammad SAW, maupun pada masa Sahabat-Sahabtnya. Akan tetapi, baru dikenal pada masa berikutnya setelah ilmu-ilmu ke-Islaman yang lain satu persatu muncul dan setelah orang banyak membicarakan tentang kepercayaan alam ghaib (metafisika).
B. Saran
Mudah-mudahan setelah mempelajari Ilmu Kalam yang membahas masalah Ilmu Kalam pada masa Nabi dan Sahabat ini bisa diambil pelajaran di dalamnya sehingga dengan ini tidak ada lagi perpecahan dan perselisihan antara sesama muslim, maka jadilah kita muslim yang kuat dan tidak terpengaruh bisikan dari luar Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rozak dan Rosihan Anwar, Ilmu Kalam, Bandung: Pustaka Setia, 2007.
Amat Zuhri, Warna-warni Teologi Islam (Ilmu Kalam). Pekalongan: STAIN Press. 2008.